Menurut BHD, aksi terorisme yang merebak sejak awal tahun 2000 di Indonesia telah menyebabkan korban meninggal sebanyak 298 orang dan 838 lainnya menderita luka dan cacat tetap. Belum lagi kerugian material dan ekonomi.
Ia juga menyebut, 19 polisi gugur dalam operasi penggerebekan teroris dalam kurun waktu 10 tahun ini. Sedangkan 29 personel lainnya menderita luka-luka.
"Dengan ada pernyataan-pernyataan miring bahwa seolah operasi Densus melanggar HAM, kenyataannya yang kita hadapi seperti itu. Apakah tepat kita dituduh seperti itu (melanggar HAM)?" kata BHD dalam jumpa pers di Mabes Polri, Jl Trunojoyo, Jakarta Selatan, Jumat (24/9/2010).
Menurut Kapolri, harus diingat pula bahwa kelompok teroris merupakan orang-orang terlatih dalam menggunakan senjata. Mereka sudah melakukan berbagai latihan perang kota dan gerilya di Pakistan, Afghanistan, maupun negara-negara lainnya. Doktrin dan militansi para pelaku pun cukup kuat. Mereka siap untuk mati syahid.
Dalam kondisi itu, polisi tidak dapat menangkap mereka dengan menggunakan Standard Operating Prosedure (SOP) yang biasa-biasa saja.
"Apakah pada saat menangkap mereka kita harus lapor RT, RW, terus kasih lihat surat penangkapan? Kalau iya, ya sudah, selesai. Belum masuk kita sudah dibabat duluan," kata Kapolri.
BHD melanjutkan, pihaknya sudah melakukan pendekatan soft power atau deradikalisasi untuk membuat pelaku terorisme bertobat. Namun, hal itu tidak pernah didengar oleh mereka. Karena itu, tindakan tegas tetap diterapkan.
"Masyarakat harus terlindungi, harus terbebas dari ancaman. Kita melakukan tindakan tegas tapi terukur. Kalau kita brutal, pasti akan lebih banyak (teroris) yang tewas. Kenyataannya ada 500-an (teroris) yang diproses di pengadilan," tandas BHD.
(detik)
Written by: Paling Seru
Paling Seru, Updated at: 01.48
0 komentar:
Posting Komentar