Otak merupakan bagian penting dari tubuh manusia yang ditempatkan di dalam rongga kepala, seluruh informasi yang diterima manusia dari telinga, mata, penciuman, peraba, dan pengecap diterima dan diolah di otak ini untuk disimpan atau ditindaklanjuti oleh seluruh anggota tubuh.
Jika otak ini mengalami kerusakan manusia akan mengalami kesulitan menerima informasi dan rangsangan dari luar dirinya dan dia pun tidak akan mampu menggerakkan anggota tubuhnya dengan tepat dan benar.
Apa yang dilakukan oleh tubuhnya merupakan gerakan yang tidak terkendali dan terkontrol yang kadang kala membahayakan diri dan lingkungannya.
Bagi Anda yang memiliki keluarga atau sahabat terdekat menderita penyakit syaraf di otak, berita ini mungkin dapat menenangkan. Para ilmuwan Inggris telah berhasil menemukan mekanisme genetika dalam pengembangan sistem jaringan saraf yang mereka katakan suatu hari nanti akan menjadi bagian dari pengobatan baru untuk penyakit stroke, alzheimer, atau tumor otak.
Dalam sebuah penelitian dalam jurnal Nature Neuroscience baru-baru ini, para peneliti menemukan bahwa sebuah gen yang dinamakan Sox9, adalah kunci untuk perkembangan sel-sel induk saraf dalam embrio manusia, yaitu sel-sel utama yang pada gilirannya akan berkembang menjadi jaringan otak atau tulang belakang.
Dalam percobaan pada tikus, mereka menemukan bahwa dengan menggunakan gen tersebut, dapat mengembangkan sel-sel induk syaraf dan meningkatkan potensi di suatu hari nanti untuk bisa mengganti atau bagian dari regenerasi sel-sel otak yang rusak pada manusia.
“Dengan mengetahui bahwa gen Sox9 memainkan peran sentral dalam pengembangan sistem saraf kita, saat ini kita satu langkah lebih dekat untuk mampu mengendalikan sel-sel batang di otak dan menumbuhkan berbagai jenis sel saraf,” kata James Briscoe dari Britain’s Medical Research Council yang memimpin penelitian.
“Kemampuan untuk memperbaiki sel-sel saraf yang rusak akan menjadi lompatan besar bagi jutaan orang dengan penyakit alzheimer, atau tumor batang otak yang berhubungan dengan atau yang menderita stroke,” paparnya seperti dikutip Reuters.
Meskipun, lanjut Briscoe, perlu waktu bertahun- tahun lagi sebelum pengobatan untuk manusia dapat dikembangkan. Para peneliti menjelaskan, embrio manusia mulai mengembangkan sistem saraf hanya setelah dua minggu dari pembuahan berlangsung.
Dari tahap ini sampai sekitar lima minggu, jaringan saraf yang sebagian besar terdiri atas sel-sel yang disebut neuroepithelial, tumbuh dengan cepat dan membentuk fondasi otak serta syaraf tulang belakang. Setelah tahap ini, berbagai tipe syaraf dan sel pendukung yang membentuk jaringan syaraf utama mulai muncul. Sel-sel tersebut berasal dari sel batang.
Dalam penelitian mereka, tim Briscoe menemukan bahwa Sox9 diperlukan oleh sel neuroepithelial untuk berubah menjadi sel-sel batang tersebut. Sel ini juga terus diperlukan untuk memungkinkan sistem sel di otak orang dewasa mempertahankan sifatnya, seperti memiliki kemampuan untuk memperbaharui dan membedakan diri dengan orang lain.
Para ilmuwan juga menemukan, bahwa gen yang dikenal dengan nama Shh diperlukan untuk Sox9 bekerja. Dengan menambahkan Sox9 buatan atau Shh ke sel-sel neuroepithelial di embrio tikus, tim peneliti menemukan bahwa mereka mampu untuk memulai proses mengubah sel-sel tersebut menjadi sel batang syaraf.
Mereka juga menemukan bahwa jika ada kelainan genetik dalam Sox9, itu akan lebih sulit bagi tikus percobaan untuk dapat memperbaharui sel-sel saraf yang rusak di kemudian hari.
Potensi berbagai jenis sel induk, sedang menjadi perhatian dan sering menjadi bahan penelitian oleh para ilmuwan di seluruh dunia untuk mengetahui perkembangan berbagai penyakit. Namun teknologi tersebut masih dianggap kontroversial, sebagian karena beberapa penerapan sel batang diambil dari embrio atau janin.
Sementara itu, penelitian lain menemukan bahwa suatu enzim bertanggung jawab atas kematian sel-sel saraf setelah stroke dan mengatakan bahwa sebuah obat percobaan yang secara dramatis menurunkan kerusakan otak pada tikus mungkin juga menawarkan harapan bagi manusia.
Temuan ini mungkin juga berimplikasi bagi penyakit lain yang dianggap berkaitan dengan stres oksidatif, seperti serangan jantung dan beberapa jenis kanker. Usaha-usaha sebelumnya untuk mendesain obat yang dapat melindungi otak dari kerusakan setelah stroke memiliki kesuksesan yang terbatas.
Para peneliti dari Belanda dan Jerman tersebut menuturkan, pekerjaan mereka menunjukkan sebuah pendekatan baru yang potensial untuk mengobati stroke, yang merupakan masalah kardiovaskular yang paling umum setelah penyakit jantung dan telah membunuh setidaknya 5,7 juta orang di seluruh dunia setiap tahunnya.
Dalam tes pada tikus, para ilmuwan menemukan bahwa obat percobaan, yang dikenal sebagai VAS2870 dan sedang dikembangkan oleh perusahaan Jerman Vasopharm biotek, secara dramatis mengurangi kerusakan otak dan fungsi otak diawetkan, bahkan saat berjam-jam setelah stroke.
“Indikasi ini sangat kuat bahwa mekanisme yang sama dapat berlaku untuk stroke manusia,” kata Harald Maastricht Schmidt dari Universitas di Belanda, yang memimpin penelitian dengan Christoph Kleinschnitz dari Universitas Wurzburg di Jerman.
Stroke iskemik adalah jenis stroke yang paling sering menjadi kasus, yang disebabkan oleh gumpalan atau penyumbatan lainnya yang mengganggu aliran darah pada otak.
Satu-satunya pengobatan yang tersedia saat ini adalah obat penghilang gumpalan -disebut t-PA-, atau aktivator plasminogen muscular, tetapi harus diberikan dalam waktu tiga jam stroke dan hanya sekitar lima sampai 10% dari korban stroke yang mendapatkannya.
Para ilmuwan yang menghadapi kekurangan obat stroke efektif telah menyelidiki apakah kerusakan jaringan setelah stroke mungkin terkait dengan mekanisme yang disebut stres oksidatif, di mana spesies oksigen reaktif (ROS) terakumulasi dalam suatu sel.
Obat eksperimental sebelumnya yang dirancang untuk menghilangkan ROS setelah stroke telah gagal pada akhir tahap uji klinis. Suatu senyawa dari AstraZeneca, disebut NXY-059, terbukti merupakan kegagalan yang mahal bagi Produsen obat Anglo-Swedia pada 2006.
Tapi dalam penelitian ini, diterbitkan dalam jurnal Public Library of Science (PLoS), Schmidt dan Kleinschnitz berfokus pada menemukan dan kemudian mencoba untuk memblokir sumber ROS.(SINDO/OKEZONE)
Written by: Paling Seru
Paling Seru, Updated at: 22.21
0 komentar:
Posting Komentar