Jakarta | - Gelombang demonstrasi menolak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi telah lewat tiga hari lalu. Namun, cerita di balik berbagai aksi yang beberapa di antaranya diwarnai kerusuhan tersebut, terus bermunculan.
Kabar terbaru adalah nya penggunaan cairan kimia berbahaya dalam aksi unjuk rasa yang berlangsung hingga malam hari itu. Sejauh ini, setidaknya tiga jurnalis dan sejumlah petugas polisi menjadi korban. Mereka terpapar cairan yang membuat kulit mengalami luka bakar seperti disundut rokok, dan terasa perih alang kepalang.
Dua jurnalis itu di antaranya adalah kamerawan ANTV, Hartono, dan kamerawan JakTV, Ananto Handoyo. Satu lainnya adalah seorang wartawan Indonesia yang bekerja untuk Aljazeera. "Ini sudah brutal. Kalau terkena cairan kimia itu, bisa cacat," kata Pemimpin Redaksi JakTV, Timbo Siahaan, Minggu, 1 April 2012.
Melihat pegawainya terluka di kening, dagu, dan sebagian wajah sebelah kanan, JakTV pun memutuskan melaporkan kejadian tersebut ke Polda Metro Jaya. Tak cuma itu, JakTV pun berencana melaporkan insiden itu ke Dewan Pers, karena dinilai sudah mengancam kerja para juru warta.
Manajemen JakTV berharap aparat kepolisian bisa menyelidiki kemungkinan adanya penggunaan cairan berbahaya dalam aksi demonstrasi kemarin. Meski demikian, mereka menyatakan tidak akan gegabah menyimpulkan bahwa cairan itu adalah zat kimia dan menuding pelakunya.
Kronologi
Seperti yang dilansir VIVAnews, Hartono menceritakan luka bakarnya bermula ketika dia tengah meliput pembubaran demonstran di depan Gedung DPR RI oleh polisi. Saat sibuk membidikkan kameranya, Hartono tiba-tiba merasa kepalanya terkena semburan cairan.
Sontak ia merasa perih yang sangat setelah terkena cairan lengket itu. Semula, dia pikir cairan itu disemprotkan meriam air aparat. Kepada rekan wartawan lain, dia minta pasta gigi untuk dioleskan, untuk mengurangi rasa perih. Hartono terus meliput, sampai aparat mengejar para demonstran yang mundur ke kompleks DPR. "Saya baru sadar waktu di lift kantor, di kaca saya lihat kulit wajah saya melepuh," kata Hartono.
Dia langsung memeriksa sekujur tubuhnya. Luka melepuh ada di mana-mana. Dia mendapati ada luka bakar di pipi kanan, di leher kanan, juga di dada, pundak, dan telinga. "Yang besar di leher dan pipi kanan," kata dia. "Awalnya saya menduga, akibat ledakan gas air mata yang seperti kembang api. Belakangan saya baru tahu itu akibat cairan kimia."
Hartono mengaku tak tahu dari mana cairan berbahaya itu berasal. Apalagi, kala itu situasi gelap. Dia hanya ingat cairan lengket itu memercik ke arahnya saat berada di taman rumput. "Posisi sebelumnya saya berada di aspal, di jalan. Karena didorong polisi, saya keluar dari jalan raya," tuturnya.
Beruntung, dia tak harus mondok di rumah sakit. Dia merawat lukanya di rumah, dengan obat kompres dan dua salep yang diberikan dokter. "Sampai sekarang saya masih susah menengok. Luka di leher saya kaku. Untung saat kejadian saya memakai topi. Bagian topi yang terkena cairan itu juga kaku, seperti lem," kata dia. "Untung saja cairan itu tak mengenai mata saya."
Hal yang sama diungkapkan kamerawan JakTV, Ananto Handoyo. Dalam keterangannya, Ananto menceritakan musibah yang dialaminya itu terjadi saat pengambilan gambar di dalam gedung DPR/MPR.
Kala itu, Ananto berada di posisi sebelah kanan masa demonstran dan sebelah kiri aparat. Dengan kata lain, Ananto berdiri ditengah-tengah kumpulan masa demonstran dan aparat.
Ketika tengah berusaha menyelamatkan alat-alat kerjanya, Ananto merasakan adanya cairan yang menimpa kepalanya. Namun, juru kamera Jak TV ini tak dapat mengetahui asal muasal cairan itu datang. "Pada saat itu chaos, dan gelap, sama sekali tidak tahu dari arah mana cairan itu," kata Ananto.
Cairan siapa?
Menerima laporan adanya jurnalis dan aparat kepolisian yang menjadi korban, Polda Metro Jaya segera bertindak. "Ini tren baru, kami akan mencari tahu siapa yang menggunakan cairan berbahaya ini," ujar Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Pol. Rikwanto.
Saat disinggung mengenai kemungkinan cairan itu bersumber dari water cannon aparat di lapangan, Rikwanto menampiknya. Posisi jurnalis ketika itu berada di antara massa demonstran dan aparat kepolisian.
Polda Metro Jaya memastikan air yang digunakan aparat untuk membubarkan massa demonstran adalah air biasa. Sebab, mobil meriam air aparat menggunakan air yang diambil dari mobil pemadam kebakaran. "Jadi, bisa dipastikan itu air biasa," tegas Rikwanto.
Selain itu, masih kata Rikwanto, sejumlah aparat kepolisian yang bertugas menghalau demonstran toh juga ikut menjadi korban cairan itu. | AT | VV | Foto: BBS |
Written by: Paling Seru
Paling Seru, Updated at: 22.09
0 komentar:
Posting Komentar